Sumselmerdeka.com-Palembang, Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) yang juga sebagai Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil berharap agar pada 2050 nanti Indonesia tak lagi memanfaatkan energi dari perut Bumi seperti Minyak dan Hasil Mineral lainnya.
Kata Kang Emil sapaan akrabnya menyebut jika Indonesia bisa memanfaatkan energi terbarukan, memanfaatkan apa yang dimanfaatkan kehidupan sehari hari seperti Air dan Panas Bumi mengganti Minyak Bumi.
“Sudah ada penelitiannya, ini harus disiapkan apalagi tanah di Indonesia penuh air. Ataupun di Sumsel hasil kelapa sawitnya bisa jadi Diesel, Kencangnya Angin di Sulawesi bisa jadi tenaga Listrik, dan juga di Jawa Barat dengan sungai yang banyak dan air yang banyak sehingga hasil energinya dari berbagai sumber dan tak perlu lagi mengorek Perut Bumi,” kata Kang Emil saat mengunjungi Kota Palembang, Kamis (3/6/2021).
Ia pun menghimbau kepada anggota ADPMET, mudah-mudahan kalau ada kesempatan beli mobil dinas baru untuk dirinya maupun pejabat belilah mobil listrik.
“Saya gubernur mobil saya mobil listrik, barang saya nggak ada yang mewah hanya ada Hyundai. Jadi saya beli mobil itu Rp 600 juta, mobil bensin dan digantikan ke listrik,” ungkapnya.
Selain itu, Emil menyatakan jika ia saat ini juga ADPMET saat ini tengah membantu keadilan untuk pemerintah daerah dalam pemerataan bagi hasil, bagi daerah penghasil migas. Menurutnya saat ini baru ada dua Pemerintah Daerah yang mendapatkan dana Bagi Hasil dari hasil Migasnya.
“Baru Jawa Barat dan Kalimantan Timur yang mendapatkan dana Bagi Hasil, tapi provinsi lain belum dan ini kita perjuangkan seperti ladang minyak marjinal (kecil) dan tidak terurus tapi tidak di serahkan kepada pemerintah daerah kami ingin minta agar bisa di olah oleh BUMD lokal. Sehingga walaupun dalam sekala kecil tapi itu lumayan untuk daerah. Agar keadillan dalam energi yang ada dalam perut buminya di daerah ini bisa di perjuangkan,” pungkasnya.
Ada pula gunanya untuk melatih sumber daya manusia (SDM) di daerah penghasil agar tidak menjadi penonton di wilayahnya sendiri. SDM di daerah harus dilibatkan dalam kegiatan produksi migas. “Kita akan lakukan edukasi. Dana bagi hasil dari migas bisa dialokasikan untuk pendidikan sektor migas,” tuturnya.
Menurut Ridwan, ada beberapa skema keuntungan bagi hasil (DBH) yang selama ini diterapkan. Pertama, uang hasil kilang di daerah atau ladang minyak mengalir ke pusat baru didistribusikan melalui dana bagi hasil. Hanya saja, skema ini memiliki kelemahan lantaran perusahaan tambang kerap kurang transparan terhadap laporan neraca pengeboran. “Sehingga daerah kebagian sedikit. Nah, kita ingin laporan ini bisa transparan,” terangnya.
Skema kedua yakni sharing keuntungan sebesar 10 persen langsung dengan investor migas. Biasanya, skema ini disalurkan melalui BUMD yang dibentuk oleh Pemda. “Jadi BUMD yang mengelola hasil keuntungan tersebut,” pungkasnya.