Sumselmerdeka.com-Palembang, Kuasa Hukum pelapor dari mahasiswi Fakultas Ekonomi Unsri, Sri Lestari Kadariah membantah gugatan kuasa hukum R yang sempat di beritakan pihak kuasa hukum R yang akan membuat gugatan mengenai pencemaran nama baik kliennya.
Dikatakan Sri, bahwa dirinya malah mempersilahkan hal tersebut, sebab hingga hari ini dia beserta korban masih memiliki bukti serta saksi yang kuat.
“Iya tak apalah itukan hak setiap orang untuk membuat laporan, tinggal nanti dibuktikan seperti itu. Tentu saya sebagai kuasa hukum mendampingi korban itu, ada dasarnya, wong kita mempunyai bukti-bukti, kita juga punya saksi-saksi lebih dari dua orang,” katanya saat di konfirmasi awak media melalui wathsap. Kamis (09/12/2021).
Sehingga Sri tidak perlu mempersiapkan hal-hal baru, melainkan terus mendorong agar kasus pelecehan ini tetap bisa berjalan dengan baik yang kemudian akan memberikan bukti, mana yang benar dan mana yang samar.
“Untuk laporan balik ini kita tidak ada persiapan, intinya kalau kita akan tetap mendorong kasus utamanya, jadi memang gak ada pesiapan apa-apa. Kedepan ya tinggal sama-sama membuktikan saja. Karena sampai sejauh ini bukti dan saksi kita ini masih memberatkan pelaku kok, intinya itu saja,” ucapnya.
Sedangkan, terkait pemalsuan akun WhatsApp dan Telegram atas nama Reza yang disebutkan oleh Ghandi Arius, Sri dengan tegas membantah hal itu sebab berdasarkan pengakuan korban, pelaku sedikitnya ada dua nomor sekaligus yang digunakan untuk memperlancar sex harassment terhadap mahasiswinya sendiri itu.
“Ya memang gini, menurut pengakuan korban memang pelaku ini sering mengganti-ganti nomor hp dan kayaknya memang pelaku ini sudah sangat professional, jadi dia sudah siapkan nomor yang diganti-ganti. Misalnya ada satu korban yang sampai mendapatkan telepon dan chat dari tiga nomor yang berbeda, seperti itu. Itu memang biasa saja, kan zaman sekarang gampang beli nomor baru. Jadi pelaku ini benar tidak menggunakan satu nomor, ada yang dua nomor ada yang tiga nomor berbeda-beda,” terangnya.
Bahkan atas pengakuan Reza yang tidak pernah menggunakan telegram untuk kepentingan komunikasi kecuali mencari artikel serta kepentingan pekerjaannya sebagai dosen, pengacara yang juga pengurus Ikatan Alumni (IKA) Unsri ini menegaskan bahwa hal tersebut juga tidak benar, sebab salah satu korban mengaku pernah diminta untuk mengunduh aplikasi tersebut oleh Kepala Prodi (Prodi) yang saat ini telah nonaktif itu.
“Ada satu korban yang dia minta untuk mendownload telegram, artinya memang ada komunikasi lewat telegram. Meski sebagian besar lewat wa. Dengan alasan mempermudah proses bimbingan. Tapi setelah itu tidak berlanjut,telegramnya langsung dihapus dan berlanjut lewat wa,” tambah Sri yang saat juga meminta agar pihak kepolisian bisa bekerjasama dengan Cyber Crime guna melakukan pembuktian lebih lanjut.
“Kami akan meminta pihak kepolisian untuk mengembangkan kasus ini tidak hanya pidana umum, tidak hanya menggunakan pasal 281 dan 735 itu ya, tapi kita akan mendorong ini ke UU ITE. Kalau kami ini jelas bisa dilapiskan pada UU ITE pasal 27,” ujarnya pula.
kendati dirinya juga turut menyayangkan atas tersebarnya bukti berupa chatingan antara pelaku dan korban ke publik, akan tetapi dia akan terus mengupayakan kasus ini dapat diusut termasuk mengembalikan bukti video tak senonoh yang sempat dikirimkan oleh Reza kepada salah satu korban, akan tetapi dalam hitungan detik langsung dihilangkan alias dihapus.
“Memang kita sangat sesalkan ya, sangat-sangat kita sesalkan itu sampai bisa bocor ke publik. Itu justru membuat klien kami semakin tertekan, bahwa ini bukan hal yang harusnya jadi konsumsi publik. Entah siapa yang menyebarkan. Sebab itu (chattan) juga yang kami hadirkan di kepolisian,” katanya yang menyesali hal itu.(Iqbal)