Sumselmerdeka.com-Palembang, Perlu komitmen semua pihak dan interaksi antar stake holder untuk bisa menangani banjir Kota Palembang. Baik itu dari Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) VIII, Cipta Karya, Bina Marga, pemerintah kota dan pemerintah provinsi. Termasuk juga masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan di aliran sungai ketika musim kemarau maupun penghujan saat ini.
“BBWSS VIII telah menyiapkan masterplan dan beberapa studi untuk program pengendalian banjir Kota Palembang. Dengan rekomendasi pembuatan kolam retensi dan normalisasi sungai,” ujar Maryadi Utama, Kepala BBWS Sumatera VIII, Jumat (31/12/2021).
Menurutnya, berbagai kegiatan seperti pembuatan kolam retensi itu harus ada komitmen Pemda untuk penyediaan lahan dan jaminan tak terjadi perubahan tata gunanya.
“Khususnya di lahan konservasi,” ungkapnya. Ia menyebut, di beberapa kawasan sub DAS sering memgalami banjir akibat keterbatasan dan berkurangnya kapasitas saluran drainase lokal dan sistem saluran yang ada tidak tertata baik. Hal itu disebabkam lokasinya, karena berada di kawasan pemerintahan, bisnis dan pemukiman penduduk. Penyebabnya, karena sedimentasi dan penyempitan saluran, bangunan liar dan sampah
Juga karena kerusakan saluran minor sehingga genangan tak memgalir ke saluran utama. Adanya pasang surut Sungai Musi karena bagian hilir Sungai Sekanak, Lambidaro, Bendung dan lainnya yang berhubungan lamgsung dengan Sungai Musi. Dan rendahnya kemampuan drainase untuk menampung dan mengalirkan aliran air dari daerah tangkapan air hujan ke pembuangan, akhirnya menimbulkan genangan dan banjir yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
“Secara umum, penyebab banjir dan genangan karena debit run off yang tidak tertampung sistem aliran sungai, pasang surut Sungai Musi, sistem drainase tidak tertata dengan baik, banyak badan anak Sungai Musi yang mendapay tekanan pemukiman pwnduduk, banyak area lebak jadi pemukiman dan belum efektifnya regulasi,” bebernya.
Katanya, banjir pada 25 Desember lalu karena tingginya intensitas hujan 159 mm perhari dengan durasi 7 jam, sejunlah jalan nasional memgalami banjir, seperti di Jl R soekamto, Jl Jendral Sudirman (Simpang Polda), Jl Bangau Ilir Timur II, Sekip Jaya Kemuning dan Jl Kapt A Rivai.
Katanya, upaya pengendalian banjir BBWSS VIII dilakukan dengan pompa pengandali banjir sub DAS Bendung, kolam retensi Jakabaring, kolam retensi Brimob, program pengendalian banjir Sekanak-Lambidaro, program pengendali Sungai Bendung, program pengendalian banjir Sungai Kedukan dan lainnya. Pihaknya juga upayakan kegiatan bersih sungai dimana telah dirangkul komunitas peduli sungai, peduli banjir dan lingkungan untuk mengatasi permasalahan yang ada di Metropolis.
Akhmad Bastari, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengatakan, masih banyak menemukan tumpukan sampah yang diangkut dari aliran sungai saat personilnya terjun ke lapangan. Termasuk kasur yang dibuang sembarangan di aliran sungai.
“Pada banjir 1 September lalu, kami juga menemukan pembungkus kabel dari pelat baja warna hitam di Jl Kapt A Rivai seberat 3 ton dan ini disengaja, tidak mungkin kabel bekas masuk gorong-gorong dan ini dilakukan oknum. Jadi, penegasan imbauan agar membuang sampah tidak hanya pada masyarakat saja, tapi juga pada para pengusaha,” ujarnya.
Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk mengantisipasi banjir yang bakal kembali terjadi akibat tingginya curah hujan hingga Maret 2022 mendatang. Dari berbagai survei yang dilakukan, khusus di Palembang saja setidaknya butuh 77 kolam retensi. Namun survei pada tahun berikutnya dibutuhkan 103 kolam retensi dan survei lanjutan butuh 130 kolam retensi. Penambahan itu seiring dengan pembangunan gedung dan pemukiman yang ada di Kota Palembang.
“Saat ini baru ada 46 kolam retensi,”bebernya.
Ia menambahkan, berbagai pembangunan dilakukan pada aliran sungai oleh masyarakat, termasuk tempat ibadah. Jembatan yang dibangun menurutnya bisa menyumbat dan memghambat aliran air ketika intensitas hujan tinggi.
Eddy Santana Putra, Anggota Komisi V DPR juga memgatakan hal yang sama. Katanya, jika jembatan yang dibangun tidak sesuai prosedur akan menutup aliran air, terlebih jika ada sampah yang ikuti arusnya. Ia juga menilai, jika hanya memgandalkan pompa air tanpa melakukan nilormalisasi sungai dan kolam retensi masih akan tetap banjirm
“Kita harus siap, jangan lagi menyalahkan intensitas hujan yang tinggi karena itu sudah jadi keputusan Yang Maha Kuasa. Sisten drainase kita hatus siap merespon,” katanya.
Ia juga menyebut, dengan anggaran yang hanya Rp16 miliar tak akan cukup mengantasi banjir di Kota Palembang.
“Perlu pendanaan lebih dari APBD kota maupun provinsi. Jika perlu ditanbah sindikasi pendanaan. Masalah banjir harus jadi prioritas, disamping anggaran pendidikan dan kesehatan,” ungkap mantan Walikota Palembang dua periode ini.
Ia juga berhatao, perda penimbunan rawa benar-benar dilaksanakan.
“Meski tak ada larangan menimbun rawa, tapi harus tetap mendapat izin sebelum membangun,” tambahnya.
Rektor Unsri, Anis Saggaf menambahkan, Kota Palembang pada zaman dulu adalah kawasan air karena datarannya rendah sehingga disebut Pelimbang. Transportasi antar warganya menggunakan perahu. Kini, aliran air itu ditimbun dan transportasi bisa dilakukan dengan jalur darat.(Ibl)