Sumselmerdeka.com – Palembang, Bulan bahasa itu ada sejak tahun 1928. Hal tersebut dikarenakan salah satu bunyi Sumpah Pemuda adalah Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Wakil Dekan 1 FKIP Universitas Tridinanti Palembang Dr Nurul Aningsih MPd mengatakan, didalam ikrar Sumpah Pemuda berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Oleh sebab itu, pada tahun 1980 Pemerintah menginginkan pelestarian Bahasa Indonesia itu lebih digalakkan kembali. Sehingga diadakanlah kegiatan yang berkaitan dengan bahasa tanggal 28 Oktober atau disetiap bulan Oktober juga ada peringatan bulan bahasa.
“Itu diperingati pada bulan Oktober. Sehingga setiap pelaksanaan bulan bahasa itu dilaksanakan pada 28 Oktober atau pada bulan Oktober,” ujarnya saat diwawancarai diruang kerjanya, Kamis (27/10/2022).
Nurul menjelaskan, yang digalakkan oleh pemerintah banyak hal yang berkaitan dengan kebahasaan pada tahun 1980 an. Karena Bahasa Indonesia tidak lepas dari sastra. Dari situlah bahasa dikaitkan dengan sastra. Sehingga peringatan Bulan Bahasa bukan hanya diperingati tentang bahasanya saja tapi terkait dengan sastra.
“Setiap peringatan Bulan Bahasa, yang berkaitan dengan bulan bahasa itu berkaitan dengan sastra banyak lomba-lomba. Untuk UTP Palembang baru-baru ini mengadakan pentas ini untuk memperingati Bulan bahasa. Jadi peringatan Bulan Bahasa itu sebenarnya kalau saya memandang, masih banyak orang tidak tahu apa itu Bulan Bahasa. Sehingga Bulan bahasa itu memang betul hanya orang-orang tertentu saja yang tahu akademisi, mahasiswa, penggiat seni. Kemudian orang lain terkait dengan langsung dengan kebahasaan dan sastra, itu yang tahu,” terangnya.
“Saya sebagai akademisi ingin menggalakkan agar masyarakat menyayangi Bahasa Indonesia. Karena salah satu butir dari sumpah pemuda salah satunya adalah “Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Maka dengan itu disebutlah dengan Bulan Bahasa,” ujar Nurul.
Nurul menjelaskan, dilakukan Bulan Bahasa agar tujuan agar masyarakat lebih menyayangi kembali bahasa Indonesia. Karena saat ini, orang yang bisa berbahasa Indonesia itu dianggap biasa saja. Tapi ketika orang bisa bahasa Inggris itu lebih keren,itu tolak ukurnya.Teori sikap bahasa ada 3 yakni kesetiaan, kebanggaan dan kepatuhan. Diukur di kesetiaan tolak ukur kesetiaan adalah kita selalu mengutamakan Bahasa Indonesia.
“Dan yang terjadi sekarang bagaimana kesetiaan kita. Mengenai kebanggaan ketika kita selalu menggunakan dalam proses belajar mengajar proses belajar mengajar saya sendiri yang mengalami di mahasiswa saya ketika proses belajar mengajar itu tertuang dalam undang-undang Perpres nomor 63 tahun 2019 bahwa proses dalam pendidikan harus menggunakan bahasa seluruh jenjang pendidikan. Seluruh jenjang wajib menggunakan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran. Tapi kenyataannya ketika mahasiswa berbicara dengan dosen tidak pakai bahasa Indonesia. Selain itu, gurunya tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam mengajar,”bebernya.
“Ada Undang-undangnya ada tapi sanksinya tidak ada. Sehingga bagi yang melanggar tidak ada pengaruh. Contohnya di Jepang, Malaysia mereka menggunakan bahasa mereka sendiri. Undang-undang di Indonesia ada yang menjelaskan tentang penggunaan Bahasa Indonesia. Tapi tidak ada sanksi memberikan apapun terkait penggunaan bahasa Indonesia,” jelas Nurul.
Lebih lanjut dia menuturkan, ketika dia mengajar mahasiswa dia menghimbau mahasiswa untuk menggunakan bahasa Indonesia.
“Kita harus membiasakan diri menggunakan Bahasa Indonesia. Kita menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa Inggris itu ada tempat-tempatnya tersendiri. Jika kita dalam tatanan formal kita harus menggunakan bahasa Indonesia karena sudah tertuang dalam Perpres nomor 63. Untuk bahasa daerah bisa menggunakan bahasa daerah kalau tidak formal. Karena ada slogan utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah dan dan kuasai bahasa asing,” ungkapnya.
“Hasil penelitian saya sudah membuktikan dari 1500 responden bahwa mereka mengatakan ketika orang menggunakan bahasa Indonesia itu dianggap biasa saja,” tambah Nurul.
Untuk seminar internasional, Nurul menerangkan, itu menggunakan bahasa Inggris. Untuk artikel-artikel internasional harus menggunakan bahasa Inggris.” Itu karena kalau pakai bahasa Indonesia siapa yang mau membaca dan itu ranahnya internasional jadi harus pakai bahasa asing,” tutupnya. (Akip)