Sumsel Merdeka – Palembang, Kasus live streaming seorang konten kreator asal Palembang yang mengandung unsur asusila dan sempat viral mengguncang jagat maya akhirnya memasuki babak akhir.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel Ursulla Dewi SH MH, dalam sidang di Pengadilan Negeri Palembang menuntut Charles DJ alias Ales Gancang (36) empat tahun penjara,Senin (13/10/2025).
Dalam tuntutannya, jaksa menyebut bahwa Ales terbukti secara sah dan meyakinkan telah menyebarkan konten bermuatan pelanggaran kesusilaan melalui media elektronik.
Selain pidana penjara, Ales juga dikenakan denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan jika tidak mampu membayar.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan penjara selama empat tahun, dikurangi masa tahanan sementara, dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan,” tegas jaksa Ursulla di hadapan majelis hakim.
Jaksa menilai, perbuatan Charles DJ (Ales) telah memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, yakni menyiarkan informasi elektronik yang mengandung muatan kesusilaan untuk diketahui umum.
Usai mendengarkan tuntutan tersebut, suasana ruang sidang mendadak hening. Ales yang selama ini dikenal aktif di media sosial tampak tertekan dan emosional.
Ia sesekali menunduk sedih sambil memohon kepada majelis hakim agar diberikan keringanan hukuman.
Kasus yang menjerat Ales bermula dari peristiwa di sebuah panti pijat bernama Permata, yang berlokasi di Jalan Kolonel Haji Burlian, Kelurahan Karya Baru, Kecamatan Sukarami, Palembang.
Berdasarkan dakwaan jaksa, Ales datang ke tempat tersebut dan diarahkan memilih salah satu perempuan pekerja pijat.
Namun, ketika perempuan tersebut meninggalkan kamar untuk membeli minuman, Ales memanfaatkan momen itu untuk menyalakan fitur siaran langsung (live streaming) di akun Instagram pribadinya.
Saat perempuan itu kembali, keduanya kemudian melakukan tindakan asusila layaknya pasangan suami istri, yang secara mengejutkan tersiar langsung di dunia maya.
Tayangan tak senonoh itu sempat disaksikan sekitar 190 pengguna Instagram secara real-time, sebelum akhirnya dihentikan.
Cuplikan video tersebut kemudian beredar luas dan menjadi viral di berbagai platform media sosial, memicu kemarahan publik dan menyeret nama Ales ke ranah hukum.
Dalam proses penyidikan, penyidik menemukan bukti kuat berupa rekaman digital dan aktivitas akun media sosial terdakwa.
Berdasarkan temuan itu, jaksa menilai perbuatan Ales tidak hanya melanggar norma kesusilaan, tetapi juga telah merusak moral publik dan menjadi contoh buruk di ruang digital.
Selain dijerat UU ITE, terdakwa juga menghadapi pasal alternatif, yakni Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang mengatur larangan membuat, menyiarkan, atau mempertontonkan konten pornografi untuk umum.
Sidang kasus ini sempat digelar secara tertutup mengingat materi perkara yang mengandung unsur asusila.
Namun, publik tetap menyoroti jalannya persidangan karena terdakwa dikenal luas sebagai konten kreator dan Tiktokers populer di Palembang.
Kasus Ales Gancang menjadi pengingat keras bahwa kebebasan berekspresi di dunia maya memiliki batas.
Siaran langsung atau konten digital yang melanggar norma kesusilaan tidak hanya berpotensi mencoreng reputasi, tetapi juga bisa berujung pada hukuman pidana berat.
Sidang berikutnya dijadwalkan untuk pembacaan pembelaan (pledoi) dari pihak terdakwa.
Publik kini menantikan apakah majelis hakim akan mengabulkan permohonan keringanan Ales, atau justru memperkuat tuntutan jaksa yang menjeratnya dengan pidana empat tahun penjara dan denda miliaran rupiah. (*)