Sumsel Merdeka

Terungkap Satu Fakta Dipersidangan Dugaan Korupsi PMI Kota Palembang

Sumsel Merdeka – Palembang, Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (04/11/2025).

Sidang kali ini merupakan pembuktian perkara yang menjerat dua terdakwa Fitrianti Agustinda mantan wawako Palembang dan Dedi Siprianto.

Dipersidangan terungkap fakta dari kalangan saksi-saksi rumah sakit, adanya selisih pembayaran antara tarif BPJS dan biaya yang disetorkan pihak rumah sakit ke PMI.

Salah satu saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Prijo Wahjuana, Direktur Rumah Sakit Pelabuhan Boom Baru.

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Masriati SH MH, Prijo menjelaskan bahwa pihak rumah sakit selalu membayar biaya pengganti pengolahan darah sesuai dengan invoice resmi yang diterbitkan PMI Kota Palembang.

“Jumlah yang kami bayarkan dari invoice PMI selalu sama, setahu saya tidak ada perbedaan. Kami mengikuti regulasi yang berlaku,” ujar Prijo di ruang sidang.

Sebelumnya, biaya pengganti pengolahan darah ditetapkan sebesar Rp360 ribu per kantong, namun sejak pertengahan tahun 2023 mengalami kenaikan menjadi Rp490 ribu per kantong.

Kenaikan harga ini, disebut saksi sebagai penyesuaian atas regulasi baru yang diterbitkan PMI pusat dan diterapkan ke seluruh cabang daerah.

Namun, dalam persidangan sebelumnya, saksi dari pihak BPJS Kesehatan menyebutkan bahwa untuk pasien yang menggunakan layanan BPJS, tarif pengganti darah masih menggunakan perjanjian lama, yakni Rp360 ribu per kantong darah.

Inilah yang menimbulkan selisih antara pembayaran dari BPJS, kepada rumah sakit dan jumlah yang wajib disetorkan rumah sakit ke PMI.

Menanggapi hal itu, Prijo menjelaskan bahwa sistem pembayaran layanan BPJS bersifat paket, sehingga rumah sakit harus melakukan efisiensi anggaran di berbagai lini agar pelayanan tetap berjalan.

“BPJS membayar dengan sistem paket. Jadi walaupun mereka bayar ke rumah sakit Rp360 ribu, kami tetap setor ke PMI Rp490 ribu per kantong darah,” katanya.

Menurutnya, efisiensi dilakukan dengan menata ulang penggunaan biaya operasional atau mengoptimalkan pelayanan tanpa mengurangi mutu layanan kepada pasien.

“Itu yang masih jadi PR bagi kami. Tapi semua tetap dijalankan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku,” tambahnya.

Saksi juga menerangkan bahwa sebelum dilakukan pembayaran, pihak rumah sakit selalu melakukan verifikasi berlapis terhadap permintaan darah dari setiap ruang rawat inap.

Data tersebut kemudian dicocokkan dengan laporan dari PMI mengenai jumlah darah yang benar-benar digunakan pasien.

“Permintaan darah dikirim ke PMI, setelah dikroscek dan diverifikasi baru diserahkan ke bagian keuangan untuk pembayaran,” jelasnya.

Prijo menegaskan, tidak ada permainan harga dalam proses pembayaran darah.

Menurutnya, semua pembayaran biaya pengganti darah dilakukan berdasarkan invoice resmi yang diterbitkan PMI Kota Palembang.

Invoice yang kita bayar sesuai dan sah. Kami tetap ikuti regulasi serta isi perjanjian kerja sama (PKS) dengan PMI,” ujarnya menutup kesaksian.

Sidang yang menyoroti dugaan penyimpangan dana dalam pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah PMI Kota Palembang, ini masih akan berlanjut dengan menghadirkan sejumlah saksi tambahan dari rumah sakit dan pihak BPJS. (Eky) 

Scroll to Top